Sabtu, 25 Oktober 2008

History of Tomorrow

"History of Tomorrow" pertama kali digelontorkan oleh Tibor Mende. Ali Syariati terpesona oleh istilah ini. Maka dia pun merumuskannya dengan sebuah kerucut. Kerucut tersebut dibagi menjadi 3. Yang paling atas –bagian yang paling sedikit- adalah tempat dimana para genius, penemu, pemikir berada. Dibawahnya, bagian pertengahan adalah tempat kaum terpelajar. Sedangkan yang paling bawah, bagian yang paling banyak adalah masyarakat pada umumnya. Di mana-mana kaum superior (pemikir, penemu dan para genius) selalu menjadi bagian masyarakat yang paling sedikit.
Ali Syariati menggunakan kerucut ini untuk menganalisa setiap zaman. Pada abad pertengahan, agama menempati puncak superior. Kaum ini selalu berjuang yang bahkan dapat mengorbankan nyawanya agar diterima oleh kaum terpelajar. Sebelumnya pandangan terhadap agama masih terasing. Lalu para pendeta memperjuangkan agar agama diterima di masyarakat. Dan ketika para pendeta tersebut mulai berhasil, kerucut itu bergeser. Agama kemudian menjadi nilai mati, tidak terbantahkan. Hingga akhirnya muncullah kaum superior baru yang memperjuangkan ilmu pengetahuan agar diterima oleh kaum terpelajar yang ketika itu dipegang oleh para pendeta. Mereka adalah para ilmuwan termasuk Leonardo Da Vinci, Galileo dan kawan-kawannya. Karena tak ada posisi tawar menawar, terkadang, tiang gantungan dan mata pisau menanti kaum superior ini karena pendapatnya yang bertentangan dengan kaum di bawahnya. Namun, semakin lama posisi puncak ini pun kembali bergeser, Pendapat para ilmuwan ini akhirnya diterima oleh masyarakat terpelajar. Begitulah seterusnya.

Maka dengan kerucut ini pula Ali Syariati meramalkan bahwa yang menduduki puncak setelah ilmuwan bergeser ke tingkat ke bawahnya kaum meta agama (ini istilah yang dibuat oleh Syariati sendiri). Meta agama memadukan antara ilmu pengetahuan dan agama. (beberapa puluh tahun setelah Syariati syahid hal ini terbukti. Harun Yahya salah satunya yang memadukan ilmu pengetahuan sebagai pembuktian terhadap Islam, selebihnya ada Albert Einstein, Stephen Hawking dll bahkan meta agama saat ini terasa kian menjamur, yang artinya sudah masuk ke dalam posisi kaum terpelajar).

Dari sini Syariati menarik sebuah benang merah bahwa setiap budaya memiliki 2 sifat umum pertama: jauh di masa lalunya, sebuah budaya selalu memiliki zaman keemasan yang ditandai dengan keadilan, kedamaian, ketenangan dan cinta. Namun seiring berlalunya waktu zaman keemasan ini akan diikuti dengan kerusakan, kegelapan dan kelaliman. Kedua, setelah masa kehancuran ini maka akan ada sebuah revolusi besar yang membawa peradaban tersebut kembali ke zaman keemasan.

Terasa sekali aura optimisme dalam pendapat ini (hal ini juga berkaitan terhadap optimisme Ali Syariati sebagai seorang Syiah dalam menanti datangnya Imam Mahdi). Satu kata kunci adalah perubahan. Perubahan dari gelap menuju terang, kemudian gelap untuk kembali menuju terang.
Lalu apakah yang berperan dalam sebuah perubahan masyarakat? Ada beberapa pendapat mengenai hal ini. Ada yang mengutarakan bahwa faktor kebetulan bisa menjadi sebuah pemicu perubahan masyarakat. Ada juga yang mengatakan pengaruh hukum alam menjadi faktor penentu perubahan itu. Pendapat ketiga adalah tokoh. Bagaimana dengan Islam sendiri? Menurut Syariati, yang berperan dalam perubahan umat Islam bukanlah tokoh. Al Quran menurut penafsiran Syariati menekankan bahwa Muhammad hanyalah sebagai utusan/penyampai risalah. Nabi tidak bertanggung jawab atas perubahan umat. Apakah ketika umat menjadi menyimpang hal tersebut menjadi tanggung jawab Nabi? Tidak. Perubahan umat adalah hasil dari Risalah yang disampaikan Nabi. Maka ada atau tidak ada Nabi, perubahan umat pasti akan berlangsung. Risalah-lah yang menentukan kemana perubahan itu akan terjadi. Apabila Risalah berada pada tempat yang benar maka dapat dipastikan perubahan masyarakat akan mengarah kembali ke zaman keemasannya. Lalu selanjutnya, siapakah yang akan menggiring perubahan itu? Meta Agama. Maka ketika sebelumnya ilmu sudah menempatkan moral jauh dibawah kaki kita, dan ketika Meta Agama mulai terlihat, berusahalah untuk menggapai zaman keemasan itu.

Rabu, 22 Oktober 2008

Berkenalan dengan Sistemic Lupus Erithromasis



Pertama kali aku berkenalan dengan Lupus tahun 2001, beberapa bulan setelah menikah. Awalnya aku batuk-batuk. Sebenarnya aku sudah sakit waktu menikah. Hanya saja karena kesibukan memperisapkan pernikahan, aku tidak begitu memperhatikan gejalanya. Lagipula soal paru-paru ini bukan kali pertama. Waktu kuliah setelah menjalani ospek aku jatuh sakit. Kemudian kambuh lagi sekitar 3 tahun kemudian setelah kakekku meninggal. Semuanya dipicu oleh kelelahan. Ospek, menunggui almarhum kakekku di rumah sakit (seringkali dari siang sampai malam aku terus-terusan stand by di rumah sakit) dan kelelahan mempersiapkan pernikahan yang semuanya aku tangani sendiri. Maka ketika kemudian aku jatuh sakit aku malas berobat ke dokter. Aku pilih alternatif di Garut. Bukannya sembuh, aku malah terkapar di tempat tidur semakin parah. Setelah didesak untuk ke rumah sakit, akhirnya aku setuju.


Dua minggu di rumah sakit, penyebab sakitku belum ketahuan. Dokter hanya bilang paru-paru. Tapi panas tubuh tidak turun-turun. Baru setelah dokter yang menanganiku cuti dan diganti oleh Dr. Ruben, baru dia curiga kemudian memeriksa sekali lagi sampel darahku. Baru deh ketahuan. "Ibu, sakitnya udah ketahuan ya,... SLE... bye..." kata dokter tanpa memberikan penjelasan apapun, meninggalkan aku yang terbengong-bengong sendirian. Langsung aku telepon ibuku, minta dicarikan informasi mengenai SLE. Aku tidak akan bisa tidur sebelum jelas penyakit apa itu. Tapi ternyata ibuku tidak mau memberitahu aku mengenai penyakit itu. Dia takut aku stress. Aku bilang aku tidak akan stress kalau tahu mengenai penyakit itu, justru aku akan stress kalau aku tidak mendapat penjelasan mengenai penyakit itu. Dari suster sedikit banyak aku mendapat informasi.


Sistemic Lupus Eritrhomasis. Penyakit autoimun. Terjadi karena zat imunitas dalam tubuh error dan tidak bisa membedakan mana lawan mana kawan, mana penyakit, mana organ tubuh sehingga akhirnya dia menyerang organ-organ tubuh kita... hmmm... mirip leukemia ya... dan kebalikan dari AIDS. Cukup mengerikan, tapi aku nggak mau memikirkan tentang itu. Aku lebih tertarik tentang bagaimana caranya supaya sembuh. Sayangnya dunia kedokteran belum bisa menemukan obatnya. Pasien hanya diberikan semacam steroid untuk mempertahankan kondisi tubuh agar tidak semakin parah. Maka kemudian aku nothing to loose aja.... kalau sembuh Alhamdulillah, kalau tidak sembuh ya .... mungkin ini adalah ujian untuk kenaikan tingkat dari Allah SWT. Dengan itu aku melangkah ringan.


Tiba-tiba saja, seorang teman ibuku di Jayapura yang pernah mengobati myom di rahim ibuku (alhamdulillah sudah sembuh) mengetahui aku sakit. Dia menyuruh aku ke Jakarta untuk berobat padanya. Awalnya, melihat kondisiku waktu pertama bertemu dia berucap dalam hati (ini cerita Mami V D Mollen dulu) "Ya Tuhan,... sanggup tidak aku menyembuhkan anak ini"... Alhamdulillah, 6 bulan berobat aku periksa darah di laboratorium, hasilnya negatif. sebulan kemudian aku diperbolehkan hamil. Dan sekarang sudah ada seorang putri berumur 6 tahun dan putra berumur 1 tahun...


Ternyata,... aku bisa melewatinya... Kunci dalam menghadapi penyakit ini tidak begitu sulit, ikuti bahasa dan kemauan tubuh, dan possitive thingking.

ALI SYARIATI & JUHAIMAN, 2 KISAH PENANTIAN IMAM MAHDI



Lepas dari syiah yang banyak dinilai orang sebagai sarang bid’ah, aku secara pribadi mengagumi Iran. Revolusi Iran di tahun 1979 adalah revolusi Islam pertama dan satu-satunya (karena belum ada lagi) setelah Revolusi Islam di Mekkah yang dipimpin oleh Rasulullah SAW. Kemudian hampir 2 dekade setelah itu, Iran kembali melahirkan tokoh-tokoh yang berani secara lantang menentang arus kekuasaan global, salahsatunya Ahmadinejad. Kisah Iran selama setelah Revolusi adalah kisah-kisah yang tidak pernah surut menentang kekuasaan tersebut.


Adalah Ali Syariati, salah satu tokoh pemikir Islam yang berada di belakang Revolusi Iran tahun 1979. Lalu Juhaiman, tokoh yang pernah mengagetkan dunia Islam di tahun yang sama. Keduanya –Ali Syariati dan Juhaiman- memiliki beberapa kesamaan dan juga perbedaan yang mencolok. Keduanya berperan di zaman yang sama, periode akhir 70-an. Ali Syariati meninggal dibunuh di Inggris pada tahun 1977, beliau tidak pernah sempat merasakan hasil dari pemikiran-pemikirannya: revolusi. Sedangkan Juhaiman meninggal tahun 1979 dihukum setelah hasil kerja kerasnya, impiannya menggapai revolusi Islam gagal total. Keduanya sama-sama menjadi tokoh 2 buah gerakan Islam yang berbeda, yang satu di Iran, satunya lagi di Mekkah. Ali Syariati berjuang lewat pemikiran-pemikirannya, dan beberapa kali keluar masuk penjara Syah Iran. Sedangkan Juhaiman juga pernah masuk penjara karena gerakannya yang menentang sikap dan perilaku kerajaan Saud. Namun keduanya memiliki mazhab yang berbeda: Syariati menganut Syiah dan sangat mencintai Ali bin Abi Thalib. Sedangkan Juhaiman seorang Sunni yang membenci Syiah. Tetapi keduanya memiliki obsesi yang sama: Revolusi yang dipimpin oleh Imam Mahdi. Meskipun keduanya tidak pernah mengecap hasil kerja kerasnya, tapi usaha tersebut membuahkan hasil yang berbeda: Ali Syariati berhasil menjadi inspirator dalam Revolusi Iran (meskipun bukan revolusi yang dipimpin Imam Mahdi), dan Juhaiman berhasil menjadi inspirator bagi gerakan Al Qaeda.


Penantian dan obsesi Syariati dan Juhaiman dalam menantikan Imam Mahdi berada di kutub yang berbeda.
Ali Syariati sebagai pemikir yang memiliki mata hati yang tajam berusaha untuk menyingkirkan ‘penantian negatif’ dan mempropagandakan ‘penantian positif’. Manusia dalam konsep Syariati adalah makhluk yang menanti, memiliki naluri menanti. Menanti berarti memiliki harapan di masa depan yang lebih baik dari saat ini. Dengan demikian menanti membawa manusia untuk menolak kondisi yang ada saat ini. Sehingga selalu ada keinginan untuk membawa perubahan dari kondisi negative. Tentu saja hal ini dilatarbelakangi terhadap kondisi pemerintahan rezim Syah Iran ketika itu.
Ada sikap optimis di balik ‘penantian positif’ Syariati. Ketika menurut Syariati setiap budaya memiliki zaman keemasan, lalu pudarnya zaman keemasan itu diikuti zaman kegelapan, selalu ada revolusi besar di masa yang akan datang yang akan membawa budaya tersebut kembali ke zaman keemasannya. Pemikiran-pemikiran Syariati yang seperti ini, selalu membangkitkan semangat revolusi dipandang berbahaya oleh pemerintahan Syah Iran dan kemudian membawa Syariati ke balik jeruji besi.


Juhaiman al Utaibi, menantikan datangnya Imam Mahdi dengan sibuk mencari sosok Imam Mahdi itu sendiri di sekelilingnya. Perlawanan Juhaiman terutama kepada kerajaan Al Saud yang dinilai telah dipenuhi kemaksiatan. Gerakan yang dipimpin oleh Juhaiman sempat menjadi perhatian dan membawanya sebagai incaran intelijen. Meski kemudian dibebaskan atas saran gurunya, Ibn Baz yang juga sebagai penasihat Kerajaan.


Pada akhirnya Juhaiman merasa menemukan sosok yang memiliki cirri-ciri yang sama dengan Imam Mahdi pada Muhammad bin Abdullah, maka skenario yang disebutkan di berbagai hadist pun dijalankan. Juhaiman membawa ‘sang Imam Mahdi’ ke sisi Ka’bah untuk dibaiat. Sayang sekali Juhaiman lebih memilih sesuatu yang belum pasti pada tanda-tanda Imam Mahdi tersebut dibandingkan dengan sesuatu yang jelas-jelas dilarang Allah SWT: menodai Masjidil Haram dengan pertumpahan darah. Ya, apa yang dilakukan oleh Juhaiman itu telah menghasilkan pertumpahan darah. Dan ketika Juhaiman menyadari bahwa Muhammad bin Abdullah bukanlah sosok Imam Mahdi yang selama ini ia cari, Juhaiman hanya bisa menyesali karena ia telah menodai Masjidil Haram.


Apa yang telah dilakukan Syariati dan Juhaiman telah menghasilkan 2 hal. Pertama: Al Qaeda dan Revolusi Iran (yang menghasilkan Negara) yang sama-sama menentang kekuasaan global (Amerika dan sekutunya). Kedua: Kematian bagi diri mereka berdua.

Selasa, 21 Oktober 2008

Marcus Tullius Cicero


Marcus Tullius Cicero: tanpa uang, tanpa kekuasaan, tanpa status. Tetapi ia memiliki satu kekuatan dan senjata: kata. "Kau bisa mencipta, merubah, dan menghancurkan dengan kata" Maka kemudian ia pun berguru kepada Molon sang orator untuk mengolah seni berkata-kata.
Cicero menikahi perempuan kaya –Tarentia- yang melanggengkan jalannya untuk menjadi senator. Dan hanya sampai di situlah peran uang dalam karirnya, selanjutnya, -seperti yang pernah ia katakana- ia mempersenjatai diri dengan kata-kata untuk menduduki jabatan tertinggi di Roma.
Di tengah-tengah kondisi moral Roma yang melorot tajam, Cicero berhasil menjadi symbol perlawanan rakyat terhadap kekuasaan: berdiri atas nama rakyat Sisilia menyeret gubernur Gaius Verres yang telah merampok rakyatnya. Apa yang dilakukan Cicero ibarat menerobos semak belukar tanpa celah. Jaringan suap, persekongkolan, kelicikan dan persekutuan kaum aristocrat hampir menjadikan proyek ini hal yang mustahil. Tapi begitulah, dengan kekuatan kata Cicero berhasil. Maka nama Cicero pun melambung tinggi. Setapak demi setapak Cicero meraih impiannya.
Cicero memang tidak pernah mengkhianati rakyatnya dengan korupsi, Cicero tetap tinggal di rumah ayahnya yang sederhana meskipun ia telah menjabat sebagai praetor. Namun Cicero bukan Munir bagi Indonesia. Tak ada keadilan yang sejati baginya, tak ada pembelaan terhadap rakyat yang sesungguhnya. Yang sejati hanyalah ambisi. Maka pada akhirnya, Cicero yang cerdas dan brillian rela bertukar dengan kaum aristocrat untuk mencapai ambisinya itu: Imperium.

A New Born Baby...

Ya.... karena sesuatu hal, blog-ku yang lama yang sudah 2 tahun itu terpaksa ditutup. Sedih.... sedih banget. Tapi terpaksa...
Waktu itu malam-malam... suamiku membangunkan aku,... dia membawa satu berita mengenai blog aku yang lama. Maka untuk kelancaran semua kami sepakat menutup blog itu... Karena sudah malam dan terburu-buru, aku nggak sempat menyelematkan file-file...
Trus... kenapa sekarang bikin blog lagi...? That's me...! Aku butuh ruang untuk menulis... dan satu lagi yang terpenting, dari blog,.. aku bisa berbagi informasi mengenai Lupus. Banyak sekali email-email yang masuk yang meminta informasi mengenai Lupus. Aku kan nggak bisa berbuat banyak untuk teman-teman odapus, aku hanya bisa berbagi informasi. Lalu kalau aku ngga nulis blog lagi,.. di mana ruang aku untuk berbagi....? Lagian blog kali ini aku buat seaman mungkin... who knows who am I??... ha... ha... so.... this..is... a new born baby...