Selasa, 21 Oktober 2008

Marcus Tullius Cicero


Marcus Tullius Cicero: tanpa uang, tanpa kekuasaan, tanpa status. Tetapi ia memiliki satu kekuatan dan senjata: kata. "Kau bisa mencipta, merubah, dan menghancurkan dengan kata" Maka kemudian ia pun berguru kepada Molon sang orator untuk mengolah seni berkata-kata.
Cicero menikahi perempuan kaya –Tarentia- yang melanggengkan jalannya untuk menjadi senator. Dan hanya sampai di situlah peran uang dalam karirnya, selanjutnya, -seperti yang pernah ia katakana- ia mempersenjatai diri dengan kata-kata untuk menduduki jabatan tertinggi di Roma.
Di tengah-tengah kondisi moral Roma yang melorot tajam, Cicero berhasil menjadi symbol perlawanan rakyat terhadap kekuasaan: berdiri atas nama rakyat Sisilia menyeret gubernur Gaius Verres yang telah merampok rakyatnya. Apa yang dilakukan Cicero ibarat menerobos semak belukar tanpa celah. Jaringan suap, persekongkolan, kelicikan dan persekutuan kaum aristocrat hampir menjadikan proyek ini hal yang mustahil. Tapi begitulah, dengan kekuatan kata Cicero berhasil. Maka nama Cicero pun melambung tinggi. Setapak demi setapak Cicero meraih impiannya.
Cicero memang tidak pernah mengkhianati rakyatnya dengan korupsi, Cicero tetap tinggal di rumah ayahnya yang sederhana meskipun ia telah menjabat sebagai praetor. Namun Cicero bukan Munir bagi Indonesia. Tak ada keadilan yang sejati baginya, tak ada pembelaan terhadap rakyat yang sesungguhnya. Yang sejati hanyalah ambisi. Maka pada akhirnya, Cicero yang cerdas dan brillian rela bertukar dengan kaum aristocrat untuk mencapai ambisinya itu: Imperium.

Tidak ada komentar: