Rabu, 22 Oktober 2008

ALI SYARIATI & JUHAIMAN, 2 KISAH PENANTIAN IMAM MAHDI



Lepas dari syiah yang banyak dinilai orang sebagai sarang bid’ah, aku secara pribadi mengagumi Iran. Revolusi Iran di tahun 1979 adalah revolusi Islam pertama dan satu-satunya (karena belum ada lagi) setelah Revolusi Islam di Mekkah yang dipimpin oleh Rasulullah SAW. Kemudian hampir 2 dekade setelah itu, Iran kembali melahirkan tokoh-tokoh yang berani secara lantang menentang arus kekuasaan global, salahsatunya Ahmadinejad. Kisah Iran selama setelah Revolusi adalah kisah-kisah yang tidak pernah surut menentang kekuasaan tersebut.


Adalah Ali Syariati, salah satu tokoh pemikir Islam yang berada di belakang Revolusi Iran tahun 1979. Lalu Juhaiman, tokoh yang pernah mengagetkan dunia Islam di tahun yang sama. Keduanya –Ali Syariati dan Juhaiman- memiliki beberapa kesamaan dan juga perbedaan yang mencolok. Keduanya berperan di zaman yang sama, periode akhir 70-an. Ali Syariati meninggal dibunuh di Inggris pada tahun 1977, beliau tidak pernah sempat merasakan hasil dari pemikiran-pemikirannya: revolusi. Sedangkan Juhaiman meninggal tahun 1979 dihukum setelah hasil kerja kerasnya, impiannya menggapai revolusi Islam gagal total. Keduanya sama-sama menjadi tokoh 2 buah gerakan Islam yang berbeda, yang satu di Iran, satunya lagi di Mekkah. Ali Syariati berjuang lewat pemikiran-pemikirannya, dan beberapa kali keluar masuk penjara Syah Iran. Sedangkan Juhaiman juga pernah masuk penjara karena gerakannya yang menentang sikap dan perilaku kerajaan Saud. Namun keduanya memiliki mazhab yang berbeda: Syariati menganut Syiah dan sangat mencintai Ali bin Abi Thalib. Sedangkan Juhaiman seorang Sunni yang membenci Syiah. Tetapi keduanya memiliki obsesi yang sama: Revolusi yang dipimpin oleh Imam Mahdi. Meskipun keduanya tidak pernah mengecap hasil kerja kerasnya, tapi usaha tersebut membuahkan hasil yang berbeda: Ali Syariati berhasil menjadi inspirator dalam Revolusi Iran (meskipun bukan revolusi yang dipimpin Imam Mahdi), dan Juhaiman berhasil menjadi inspirator bagi gerakan Al Qaeda.


Penantian dan obsesi Syariati dan Juhaiman dalam menantikan Imam Mahdi berada di kutub yang berbeda.
Ali Syariati sebagai pemikir yang memiliki mata hati yang tajam berusaha untuk menyingkirkan ‘penantian negatif’ dan mempropagandakan ‘penantian positif’. Manusia dalam konsep Syariati adalah makhluk yang menanti, memiliki naluri menanti. Menanti berarti memiliki harapan di masa depan yang lebih baik dari saat ini. Dengan demikian menanti membawa manusia untuk menolak kondisi yang ada saat ini. Sehingga selalu ada keinginan untuk membawa perubahan dari kondisi negative. Tentu saja hal ini dilatarbelakangi terhadap kondisi pemerintahan rezim Syah Iran ketika itu.
Ada sikap optimis di balik ‘penantian positif’ Syariati. Ketika menurut Syariati setiap budaya memiliki zaman keemasan, lalu pudarnya zaman keemasan itu diikuti zaman kegelapan, selalu ada revolusi besar di masa yang akan datang yang akan membawa budaya tersebut kembali ke zaman keemasannya. Pemikiran-pemikiran Syariati yang seperti ini, selalu membangkitkan semangat revolusi dipandang berbahaya oleh pemerintahan Syah Iran dan kemudian membawa Syariati ke balik jeruji besi.


Juhaiman al Utaibi, menantikan datangnya Imam Mahdi dengan sibuk mencari sosok Imam Mahdi itu sendiri di sekelilingnya. Perlawanan Juhaiman terutama kepada kerajaan Al Saud yang dinilai telah dipenuhi kemaksiatan. Gerakan yang dipimpin oleh Juhaiman sempat menjadi perhatian dan membawanya sebagai incaran intelijen. Meski kemudian dibebaskan atas saran gurunya, Ibn Baz yang juga sebagai penasihat Kerajaan.


Pada akhirnya Juhaiman merasa menemukan sosok yang memiliki cirri-ciri yang sama dengan Imam Mahdi pada Muhammad bin Abdullah, maka skenario yang disebutkan di berbagai hadist pun dijalankan. Juhaiman membawa ‘sang Imam Mahdi’ ke sisi Ka’bah untuk dibaiat. Sayang sekali Juhaiman lebih memilih sesuatu yang belum pasti pada tanda-tanda Imam Mahdi tersebut dibandingkan dengan sesuatu yang jelas-jelas dilarang Allah SWT: menodai Masjidil Haram dengan pertumpahan darah. Ya, apa yang dilakukan oleh Juhaiman itu telah menghasilkan pertumpahan darah. Dan ketika Juhaiman menyadari bahwa Muhammad bin Abdullah bukanlah sosok Imam Mahdi yang selama ini ia cari, Juhaiman hanya bisa menyesali karena ia telah menodai Masjidil Haram.


Apa yang telah dilakukan Syariati dan Juhaiman telah menghasilkan 2 hal. Pertama: Al Qaeda dan Revolusi Iran (yang menghasilkan Negara) yang sama-sama menentang kekuasaan global (Amerika dan sekutunya). Kedua: Kematian bagi diri mereka berdua.

Tidak ada komentar: